Sabtu, 06 Februari 2021

Tanya Jawab Seputar Tayammum

 Tayammum 

Tayammum adalah bersuci dengan tanah/ debu jika tidak didapati atau tidak mampu menggunakan air sebagai pengganti wudu dan mandi wajib. 


Kapan seseorang melakukan tayammum? 

1. Tidak Didapatinya Air

Saat sudah memasuki waktu salat atau hendak salat tapi tidak didapati air atau tidak ada air, maka seseorang diperbolehkan bertayammum. Tayammum dalam kondisi demikian kedudukannya sama dengan wudu. Bisa juga dikatakan bahwa tayammum sebagai pengganti wudu. Hal itu sesuai dengan dalil berikut. 

…kalian tidak menemukan air, maka bertayammumlah…(Q.S anNisaa’:43 dan al-Maidah:6). 

Sesungguhnya tanah yang baik (suci) adalah alat bersuci bagi seorang muslim jika ia tidak mendapatkan air (meski) sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka sentuhlah kulitnya (dengan air) karena yang demikian itu lebih baik (H.R atTirmidzi dari Abu Dzar, dishahihkan al-Hakim, adz-Dzahaby, Ibnu Hibban, adDaraquthny, dan al-Albany). 


2. Jika ada air, tetapi air itu hanya cukup digunakan untuk keperluan minum atau memasak. 

    Air ada, tetapi jumlahnya hanya cukup digunakan untuk keperluan minum atau memasak. Jika air digunakan, bisa menyebabkan mudharat seperti kehausan atau kelaparan bagi manusia atau hewan yang berharga (seperti hewan tunggangan). Atas dasar itu seseorang bertayamum. 


3. Jika menggunakan air menyebabkan seseorang bertambah sakit atau semakin lama kesembuhannya. 

    Seseorang diperbolehkan bertayammum jika menggunakan air menyebabkan sakit yang dideritanya bertambah sakit atau bertambah parah. Selain itu jika menggunakan air menyebabkan kesembuhan sakitnya bertambah lama, maka diperbolehkan tayammum. 


4. Jika seseorang sakit, tidak bisa bergerak untuk menuju air, dan tidak ada orang yang bisa mewudukannya, serta khawatir waktu sholat akan habis. 

    Apabila dalam suatu kondisi seseorang sakit, dia tidak bisa bergerak menuju sumber air untuk berwudu. Selain itu tidak ada seorang pun yang mewudhukannya atau membantunya berwudhu. Tambah lagi dia khawatir waktu salat akan habis karena kondisi demikian (tidak bisa bergerak menuju sumber air dan tidak ada yang mewudhukannya), maka orang tersebut diperbolehkan tayammum. 


5. Jika takut kedinginan (bisa menimbulkan mudharat) untuk mandi junub dan tidak memungkinkan untuk memasak air (menghangatkannya).  

    Jika ada seseorang ketika mandi junub membuatnya kedinginan dan membuat dirinya mendapatkan mudharat (keburukan) serta tidak memungkinkan untuk memasak air hangat, maka diperbolehkan melakukan tayammum. Poin kelima ini lebih menekankan kondisi dimana seseorang harus mandi junub sebelum shalat. 


    Hal di atas sebagaimana yang dilakukan oleh Sahabat Nabi Amr bin al-Ash di malam yang sangat dingin beliau junub kemudian beliau bertayammum. Hal itu tidak diingkari oleh Nabi. Berikut penjelasan haditsnya. 

    Dari Amr bin al-Ash beliau berkata: Aku mimpi basah pada suatu malam yang dingin pada (perjalanan) pertempuran Dzatu Sulaasil. Aku takut jika mandi bisa binasa. Maka aku bertayammum dan sholat Subuh bersama para Sahabatku. Kemudian aku menceritakan hal itu kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam. Nabi berkata: Wahai Amr, engkau sholat dengan sahabat-sahabatmu dalam keadaan junub? Kemudian aku menceritakan hal yang menghalangiku untuk mandi. Aku berkata: Sesungguhnya aku mendengar Allah berfirman (yang artinya): <<Janganlah kalian membunuh diri kalian, karena sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap kalian (Q.S anNisaa’:29). Rasulullah shollallahu alaihi wasallam tertawa dan tidak berkata apa-apa (H.R Abu Dawud). 


Apa saja yang membatalkan tayammum?

Berikut ini beberapa hal yang menjadi pembatal tayammum. 

1. Segala hadas besar atau pun kecil. Semua pembatal wudu adalah pembatal tayammum. 

Semua hadas besar dan hadas kecil menjadi pembatal wudu. Semua pembatal wudu adalah pembatal tayamum. 


2. Jika sebab tayammum adalah karena tidak ditemukan air, tayammum menjadi batal ketika ditemukan air sebelum dilaksanakan sholat. 

    Para Ulama’ bersepakat (ijma’) bahwa barangsi apa yang bertayammum setelah berupaya mencari air namun tidak ditemukan, kemudian sebelum sholat ternyata ia menemukan air, maka tayammumnya batal. Oleh karena itu, ia harus berwudu (al-Imam Ibnu Abdil Bar menukilkan ijma’ dalamal-Istidzkar (3/167)). 


3. Jika sebab tayammum adalah karena tidak mampu menggunakan air misalkan karena sakit, tayammum menjadi batal ketika seorang itu ternyata kemudian mampu menggunakan air sebelum dilaksanakan sholat. 

    Suatu kondisi seseorang tidak mampu menggunakan air, misal karena sakit. Dia pun bertayammum. Namun, ketika orang tersebut ternyata mampu menggunakan air (sakit yang dirasakan tidak menjadi parah atau bertambah sakit saat terkena air) sebelum melakukan salat, maka tayammum menjadi batal. Dia harus wudu sebelum melakukan salat.  


Seseorang bertayammum setelah berusaha mencari air dan tidak mendapatkannya. Kemudian dia sholat. Setelah sholat ia mendapatkan air. Apakah ia wajib mengulangi sholatnya?

Jawab: 

    Jika ternyata setelah sholat ia mendapatkan air, ia tidak perlu mengulangi sholat. Sholat sebelumnya tetap sah.

    Dari Abu Said al-Khudry –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Dua orang (Sahabat Nabi) safar kemudian datanglah waktu sholat sedangkan mereka berdua tidak mendapatkan air. Kemudian keduanya bertayammum dengan tanah yang baik (suci). Keduanya kemudian sholat. Kemudian (setelah sholat) mereka menemukan air pada saat masih ada waktu sholat. Salah seorang dari mereka kemudian mengulangi sholat dengan berwudhu, sedangkan satu orang lagi tidak mengulang sholatnya. Kemudian mereka mendatangi Rasulullah shollallahu alaihi wasallam dan memberitahukan hal itu. Maka Nabi bersabda kepada Sahabat yang tidak mengulangi sholat: “Engkau telah sesuai dengan Sunnah, dan sholatmu telah mencukupi”. Kemudian Nabi bersabda kepada yang mengulangi sholat: “Engkau mendapat pahala dua kali”(H.R Abu Dawud, dishahihkan al-Hakim disepakati adz-Dzahaby dan al-Albany).


    Sahabat yang mengulangi sholat mendapatkan dua pahala adalah karena ijtihadnya. Satu pahala untuk sholat yang diulangi, meski salah, namun karena berdasar ijtihad, maka mendapat satu  pahala. Sedangkan satu pahala lagi adalah untuk sholatnya ketika dilakukan dengan tayammum. Karena itu, tidak disyariatkan untuk mengulangi lagi sholat karena tayammum jika setelah sholat ditemukan air. Karena Nabi telah menjelaskan hal yang sesuai dengan Sunnahnya, yaitu tidak mengulangi lagi sholat. Hal ini dijelaskan Syaikh Ibnu Utsaimin dalamsyarh Bulughil Maram dan Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad dalam syarh Sunan Abi Dawud. 


Bagaimana Jika Di Pertengahan Sholat Air Baru Ditemukan?

Jawab:

    Ia batalkan sholatnya dan mengulangi dari awal. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan Ahmad, dikuatkan oleh Ibnu Utsaimin dan Abdul Muhsin al-Abbad. 


Jika Ada Air yang Hanya Cukup untuk Berwudhu Sebagian Anggota Tubuh. Apa yang Dilakukan?

Jawab:

    Jika dipastikan bahwa air tersebut tidak akan cukup untuk berwudu karena sangat sedikit, maka langsung bertayammum. Namun, jika sebelumnya dicoba untuk berwudu dengan harapan bisa tercukupi, dan ternyata airnya kurang tidak bisa memenuhi semua anggota wudu, maka sisanya menggunakan tayammum. Contoh: pada saat mencoba menggunakan air, bisa digunakan berwudu hingga mencuci tangan saja. Maka selebihnya harus bertayammum.

    Namun, perlu dipahami bahwa tata cara mandi dan berwudhu yang dilakukan Nabi adalah dengan menggunakan air yang sedikit. Air yang sedikit sudah cukup bagi Nabi untuk menyempurnakan mandi dan wudu beliau.

    Sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa mandi Nabi menggunakan 4-5 mud (sekitar 3 hingga 3,75 liter). Sedangkan untuk berwudu beliau hanya menggunakan 1 mud (sekitar 0,75 liter)(H.R al-Bukhari dan Muslim). Bahkan, Nabi pernah berwudhu secara sempurna hanya dengan 2/3 mud (sekitar setengah liter) air (H.R Ahmad, dishahihkan Ibnu Khuzaimah, al-Hakim, Ibnu Hibban) 


Bagaimana Jika Tidak Ditemukan Air dan Juga Tidak Ada Sesuatu untuk Tayammum?

Jawab:

    Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Ia sholat sesuai dengan keadaannya tersebut, meski tanpa berwudhu atau tayammum. Ini adalah pendapat dari al-Imam asy-Syafi’i dan al-Imam Ahmad. 


Jenazah yang Tidak Bisa Dimandikan Karena Tidak Ada Air Atau Karena Kondisinya Tidak Memungkinkan Dimandikan, Apakah Ditayammumkan?

Jawab:

Ya, ditayammumkan. Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’ (5/297) dan Fatwa al-Lajnah ad-Daaimah.


Referensi: 

Buku " Fiqh Bersuci dan Sholat sesuai tuntunan Nabi "

Al Ustadz Abu Utsman Kharisman Hafidzahullah 


Itulah penjelasan mengenai tayammum. Jangan lupa selalu tambah wawasanmu  di “Mejja Belajar”

#belajarkeagamaan 

#belajartayammum


0 komentar:

Posting Komentar